Labels

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Kamis, 25 Juli 2013

Mengupil ? Disuntik dan diinfus? Membersihkan Mata dan Telinga? Benarkah Dapat Membatalkan Puasa?

Bulan Ramadhan, bulan dimana kaum muslimin diwajibkan untuk puasa. Puasa adalah menahan haus, lapar dan nafsu yang sudah ditentukan waktunya. Untuk itu, ada beberapa hal yang dapat membatalkan puasa apabila dilakukan dalam suatu waktu. Misalnya, yang sudah jelas dan diketahui oleh semua orang, yaitu makan dan minum di siang hari dengan sengaja. Hal tersebut sudah sangat jelas dapat membatalkan puasa dan tidak menjadi suatu perselisihan lagi. Namun masih ada juga beberapa hal yang masih menjadi perselisihan oleh para kaum muslimin, bahkan juga para ulama tentang suatu hal yang dapat membatalkan puasa. Contohnya : mengupil, membersihkan mata dan telinga, disuntik dan diinfus. Untuk lebih jelasnya akan dibahas dibawah.

Benarkah Ngupil bisa membatalkan Puasa Ramadhan kita ?
Memang ada beberapa larangan yang menjelaskan bahwa saat kita menjalankan ibadah puasa dilarang untuk memasukkan sesuatu kedalam lubang pada baagian tubuh namun pengertian seperti ini lebih mengarah kepada halnya seperti, makan, minum, bersenggama (Zina, Nafsu) dll.

Hal yang membatalkan puasa hanyalah empat yang disepakati ulama, yaitu makan (minum) sengaja, mengeluarkan air mani secara sengaja (istimna’- onani-masturbasi), hubungan suami isteri, dan muntah disengaja.

Adapun hadits yang menyebutkan benda masuk ke lubang tubuh maka puasa menjadi batal adalah dhaif. Ada riwayat, “Sesungguhnya berbuka (batal puasa) adalah karena sesuatu yang masuk bukan karena sesuatu yang keluar.” (HR. Abu Ya’la) mungkin hadits inilah yang membuat orang menilai batal membersihkan dalamnya hidung (ngupil), telinga, dan buang angin di air.

Pada dasarnya Mengupil adalah mengeluarkan kotoran bukan memasukan kotoran pada tubuh, sama halnya dengan kita membuang air besar dan air kecil, itu adalah proses mengeluarkan, Jadi Jelas bahwa Ngupil tidak membatalkan puasa.

Lalu bagaimana dengan suntikan dan infus ?
Pengobatan yang dilakukan dengan suntikan bukanlah hal yang dapat membatalkan puasa, karena suntikan bukanlah tergolong suatu makanan atau minuman. Berbeda halnya dengan infus, ada yang berpendapat bahwa infus merupakan hal yang dapat membatalkan puasa, karena infus berfungsi sebagai pemberian zat makanan kedalam tubuh.

Namun ada juga yang berpendapat bahwa infus tidaklah membatalkan puasa. Walaupun infus dianggap makanan, namun tidaklah masuk melalui jalur normal, yaitu melalui mulut, kerongkongan dan lambung.

Lalu bagaimana juga dengan membersihkan telingan dan mata?
Begitu pula pengobatan melalui tetes mata atau telinga tidaklah membatalkan puasa kecuali bila dia yakin bahwa obat tersebut mengalir ke kerongkongan. Dan, mata dan telinga bukanlah saluran yang akan mengalirkan obat ke kerongkongan. Maka obat yang diteteskan melalui mata atau telinga tidaklah membatalkan puasa. Namun   Ada juga yang berpendapat bahwa mata dan telinga merupakan saluran ke kerongkongan sebagaimana mulut dan hidung. Sehingga hal tersebut dapat membatalkan puasa.

Yang jelas, orang yang melakukan suatu hal yang dapat membatalkan puasa dalam keadaan lupa dan tidak tahu, maka tidaklah batal puasanya. Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin Rahimahullahu Ta’ala setelah menjelaskan tentang pembatal-pembatal puasa, berkata:
“Dan pembatal-pembatal ini akan merusak puasa, namun tidak merusaknya kecuali memenuhi tiga syarat: mengetahui hukumnya, ingat (tidak dalam keadaan lupa) dan bermaksud melakukannya (bukan karena terpaksa).”

Kemudian beliau Rahimahullahu membawakan beberapa dalil, di antaranya hadits yang menjelaskan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengabulkan doa yang tersebut dalam firman-Nya:
 “Ya Allah janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kalau kami salah (karena tidak tahu).” (Al-Baqarah:286)

Dan yang dimaksud oleh Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin Rahimahullahu Ta’ala adalah apabila orang tersebut benar-benar tidak tahu dan bukan orang yang tidak mau tahu, wallahu a’lam. Sehingga orang yang merasa dirinya teledor atau lalai karena tidak mau bertanya, tentu yang lebih selamat baginya adalah mengganti puasanya atau ditambah dengan membayar kaffarah bagi yang terkena kewajiban tersebut. (Lihat fatwa Asy-Syaikh Ibnu Baz Rahimahullahu Ta’ala di dalam Fatawa Ramadhan, 2/435)

Walaupun masih ada hal-hal yang masih menjadi suatu perdebatan mengenai sesuatu yang membatalkan puasa dan hal-hal lainnya, namun kita semua sebagai umat muslimin jangan pernah manjadi terpecah belah, kita harus selalu bersatu.  

0 komentar:

Posting Komentar