Labels

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Selasa, 16 Juli 2013

IZINKAN AKU MENCINTAI-MU

Karya : ewanis (PR_J FIRDAUS)
Pranggg..……
Suara ribut-ribut itu sudah menjadi hiburan tersendiri buat Kaylila. Sudah hampir dua bulan ini suara ribut-ribut itu menghiasi hari-hari gadis itu. Sumber suara itu berasal dari sebuah piring porselen yang jatuh menghantam lantai marmer rumah Kaylila.
“Gila kamu ya? Tiap marah semua barang jadi korban. Nggak piring, nggak gelas, nggak vas bunga, semua dibanting-banting. Maunya apa si kamu? Hah?!”
“Harusnya aku yang marah. Kamu tuh main perempuan di belakang aku. Harusnya kamu sadar umur dong. Udah aki-aki juga masih aja maenin anak gadis orang. Dasar buaya kamu!!”
“Hahaha… Terus kenapa? Hah?! Kamu marah? Nggak terima? Kamu juga suka maen ama brondong kan di belakangku? Ngaku aja dech!!”
“Emang kenapa? Nggak boleh? Kamu aja punya simpenan kenapa aku nggak boleh?!!”
“Oke. Nggak papa, aku terima. Liat aja besok undanganku bakal kamu terima secepatnya.”
“Fine. Tanda tangani dulu surat gugatan ceraiku baru setelah itu terserah dech maumu, mau nikah lagi kek, mau duda seumur idup juga boleh!!”
            Kaylila diam tak bergeming di atas tempat tidurnya. Perlahan air mata hangat meleleh di pipinya. Dia memang sudah sering mendengar pertengkaran antara mama dan papanya, tapi entah mengapa setiap pertengkaran hebat antara kedua orang tuanya terjadi hatinya perih seperti tertohok oleh samurai. Perlahan-lahan air matanya surut, diapun beranjak dari tempat tidurnya, dan pergi dari rumah yang buatnya seperti neraka itu.
Akhir-akhir ini mama dan papa Kaylila lebih sering bertengkar dibandingkan akur seperti layaknya pasangan suami-istri lainnya. Mereka tak akur sejak papa Kaylila sering pulang malam dalam keadaan mabuk, malah kadang papa Kaylila tak pernah pulang ke rumah berhari-hari. Setali tiga uang dengan papa Kaylila, kelakuan mama Kaylila pun tak bisa sepenuhnya dibilang baik. Dia lebih sering pergi ke sport centre untuk ngecengin petugas body trainer di sport centre tersebut. Mereka tak pernah peduli dengan Kaylila. Mereka cuma memenuhi kebutuhan materi Kaylila, tapi mereka tak pernah mengurusi Kaylila, mereka tak pernah punya waktu untuk Kaylila, mereka tak pernah lagi mencurahkan kasih sayang mereka kepada anak semata wayangnya itu. Mereka sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Mereka sibuk dengan kesenangan mereka masing-masing tanpa mempedulikan anak mereka.
Sebenarnya keluarga Kaylila adalah keluarga yang bahagia. Banyak cinta dan kasih sayang di dalamnya, tak ada sedikitpun adu mulut yang terjadi di keluarga itu. Mereka saling menghormati dan menyayangi satu sama lain. Tapi itu  dulu, saat mereka masih dekat dengan-Nya, saat mereka masih menjadi kekasih-Nya, saat mereka masih jauh dari kehidupan serba modern yang jauh dari hedonisme dan kapitalisme. Seiring berjalannya waktu, seiring berlalunya hari mereka lupa akan Sang Pencipta dan Pemilik kehidupan ini, mereka telah jauh dari-Nya, mereka lebih sibuk dan lebih suka melakukan hal-hal yang memuaskan hati mereka dan dapat memenuhi kesenangan mereka. Mereka tak lagi peduli dengan panggilan-Nya, mereka tak lagi sempat menyambangi rumah kekasih-Nya itu, mereka tak lagi punya waktu untuk sekedar membaca satu ayat firman-Nya. Mereka mungkin telah lupa bacaan sholat dan bahkan mereka mungkin telah lupa bagaimana bunyi syahadatain itu. Hidup memang tak selalu lurus, kadang ada saja hal yang bisa membuat seseorang berbelok dari jalan yang lurus itu.
Mobil yang dikendarai Kaylila berhenti di depan sebuah rumah. Kaylila memarkir mobilnya, lalu masuk ke rumah tersebut. Di dalam rumah tersebut terdapat banyak pemuda dan pemudi yang kebanyakan berada dalam kondisi setengah mabuk akibat pengaruh alkohol dan obat-obatan terlarang.
“Hey, Kay, udah dari tadi kita nungguin elo!” kata salah satu teman cowok Kaylila.
Kaylila cuma tersenyum simpul. Dia kemudian bergabung dengan teman-temannya yang lain. Salah satu teman Kaylila menyodorkan gelas yang berisi minuman keras ke Kaylila. Kaylila meneguknya dengan cepat. Lalu dia mengambil sebutir pil yang tergeletak di antara botol-botol minuman keras dan dengan cepat menelannya. Setelah itu Kaylila tak ingat apa-apa lagi, dia telah terbang jauh melupakan kekesalannya kepada kedua orang tuanya. Dia asyik berpesta miras dan narkoba dengan teman-temannya.
Kaylila telah lama terjun ke dalam dunia  ini. Tepatnya setelah dia menerima ajakan kekasihnya, Gibran, untuk mencoba obat-obatan terlarang itu. Saat itu Kaylila tengah stress berat karena pertengkaran kedua orang tuanya. Obat-obatan terlarang itu didapat Gibran dari seorang temannya yang merupakan pengedar narkoba. Kaylila menerima saja saat Gibran memberikan sebuah pil ekstasi padanya. Yang dia tahu pil itu bisa membuatnya lebih enjoy dan happy. Setelah itu Kaylila menjadi kecanduan. Setiap Kaylila pusing dan stress gara-gara masalah orang tuanya dia selalu datang ke rumah teman Gibran yang merupakan pengedar narkoba dan miras itu. Seperti saat ini, Kaylila tengah mabuk berat karena dia telah menghabiskan sebotol minuman keras dan beberapa butir ekstasi. Biasanya Kaylila akan menginap di rumah temannya tersebut dan dia baru akan pulang ke rumahnya pada keesokan paginya. Toh, nggak ada yang peduliin aku di rumah, begitu pikir Kaylila.
Setiap kali Kaylila pulang ke rumah pagi harinya tak ada seorangpun di rumah. Kedua orang tuanya telah pergi ke tempat kerjanya masing-masing. Setelah itu biasanya Kaylila pergi ke kamarnya dan mengunci kamarnya rapat-rapat. Di dalam kamarnya ia menyetel kaset lagu-lagu rock di tape recordernya keras-keras, kemudian ia menyalakan sebatang rokok dan menghirupnya dalam-dalam.
Kaylila termasuk mahasiswi yang rajin di kampusnya. Dia selalu masuk kuliah tiap hari. Tak satupun mata kuliah yang ia tinggalkan. Dia banyak dipuji teman dan dosennya karena kepandaiannya. Tapi itu dulu, saat kedua orang tuanya masih akur, saat keluarganya masih rukun, saat cinta dan  kasih sayang masih menyelimuti dan menjadi temannya. Sejak keluarga Kaylila berantakan kuliahnyapun menjadi terbengkalai. Dia sering tidak datang kuliah dan hanya sekedar titip absen kepada teman sekelasnya. Dia tak pernah lagi mengurusi tugas-tugas kuliah yang biasa ia kerjakan dengan cermat dan teliti. Dia tak peduli dengan nilai-nilai mata kuliahnya yang jeblok dan absennya yang bolong-bolong. Dia cuma ingin mencari sesuatu yang mampu membuatnya tenang dan jauh dari masalah, seperti yang dua bulan ini telah menemani kehidupannya. Dan dia pikir cuma dengan cara ngedrugs dan ngedrink itulah kehidupannya menjadi tenang dan masalah-masalah yang selama ini melilitnya melepas ia secara perlahan-lahan.
Setiap hari selalu saja ada pertengkaran di rumah Kaylila, tak cuma pertengkaran kecil seperti anak kecil yang berebut kelereng, tapi sebuah pertengkaran yang mahadahsyat yang mampu menyaingi keganasan Perang Dunia II abad 20. Semua benda pecah belah benar-benar menjadi pecah dan terbelah-belah. Rumah Kaylila benar-benar disulap menjadi kapal yang terhantam badai, rusak, hancur, dan berantakan. Di saat seperti itu biasanya Kaylila cuma bisa diam dan menangis perih. Dia meringkuk di pojok kamarnya sambil menekuk lututnya dan menyembunyikan wajahnya yang sembab oleh genangan air matanya. Tapi tidak saat ini, dia bangkit dan beranjak dari peraduannya. Dia berjalan menuju ke sumber suara keributan itu. Sumber suara keributan itu berasal dari ruang makan rumahnya. Kaylila terpaku di tempatnya, kakinya kaku, ia tak sanggup lagi melanjutkan langkahnya, ia juga tak mampu memutar tubuhnya untuk berbalik ke peraduannya lagi. Ia berdiri kaku tak jauh dari tempat keributan kedua orang tuanya. Air matanya jatuh setetes demi setetes.
Kedua orang itu tak menyadari kehadiran anak mereka di situ. Mereka tetap sibuk beradu argumen. Setiap terjadi adu mulut setiap itulah terjadi peristiwa banting-membanting piring dan gelas.
“Pokoknya kamu ceraiin aku sekarang juga!”
“Nggak! Aku nggak mau bikin Kay stress gara-gara masalah ini!”
“Nonsense!! Semua omonganmu tuh bulshit! Apa pedulimu sama Kay?! Kamu tuh cuma peduliin gadis ABGmu itu!!”
“Heh! Jangan sembarangan ya kamu ngomong! Kamu tuh yamg gak pernah peduliin Kay! Kamu lebih milih mgecengin kembarannya Ade Ray itu daripada ngurusin anak kita!”
Pranggg………
“Cukup!! Aku capek dengar mama sama papa berantem terus! Aku bosen! Aku pengen kita kayak dulu lagi. Aku nggak mau mama sama papa ribut terus. Aku pengen  liat papa sama mama akur lagi,” suara Kaylila terdengar bergetar. Dia berkata sambil menahan lelehan air matanya. Serpihan vas bunga yang tadi ia banting berserakan di lantai.
Papa dan mama Kaylila yang tadinya ngotot dengan argumen masing-masing, kini terdiam. Mereka membisu seribu bahasa. Mereka seperti anak kecil yang ketahuan mencuri mangga dan dimarahi oleh si pemilik pohon.
“Maafin mama ya sayang,” mama Kaylila menghampiri putrinya itu dan mengelus rambut putrinya itu dengan penuh kasih sayang.
Kaylila terdiam seribu bahasa. Dia telah kehabisan tenaga. Dia sudah terlalu capek dengan semua ini. Dia lelah dengan semuanya. Dia mau pergi, pergi sejauh mungkin, sejauh yang ia bisa. Ia berlari meninggalkan kedua orang tuanya. Ia berlari dan tak berhenti, ia terus berlari. Yang ada di pikirannya cuma lari dan lari. Dia tak menyadari telah berapa jauh ia berlari. Ia tak peduli dengan tatapan heran dan bingung orang-orang yang melihatnya. Dia berhenti di atas sebuah jembatan gantung yang berdiri di atas sungai yang mengalir deras. Dia kepayahan. Napasnya naik-turun. Jantungnya berdetak sangat cepat, rasa-rasanya mau copot saja jantungnya. Air matanya telah kering terbawa angin sore.
Hari telah beranjak petang saat Kaylila sampai di tempat itu. Suasana di tempat itu sangat tenang dan sepi. Tak banyak orang yang lewat di jembatan itu. Kaylila memandang ke bawah. Pandangannya tertuju ke sungai di bawah jembatan itu. Hanya ada satu kata di otaknya : Loncat! Dengan begitu semua masalah yang dia hadapi akan berakhir. Walaupun dengan begitu juga hidupnya akan berakhir dengan tragis. Kaylila telah naik ke pagar pembatas jembatan itu. Dia telah mengambil ancang-ancang untuk segera terjun bebas dari atas jembatan gantung itu namun, sayup-sayup terdengar sebuah alunan shalawat yang merdu. Hati Kaylila tersentuh mendengar shalawat itu. Dia teringat dulu saat papa dan mamanya sering melantunkan shalawat untuknya sebelum ia tidur. Kaylila mengurungkan niatnya untuk bunuh diri, ia berjalan mencari sumber suara shalawat itu.
“Sholatulloh salamulloh ‘alaa thohar rosullillah, sholatulloh salamulloh ‘alaa yasin habibillah, Tawassalna bibismillah wa bil hadi rasulillah, wa qullimuja hidilillah bi ahlil badriya allah…”
Kaylila sampai di sebuah surau kecil tak jauh dari tempatnya tadi. Dia mengambil air wudhu kemudian memasuki surau itu. Dia menangis sejadi-jadinya di dalam surau itu. Cuma isak tangis dan desahan napas panjang yang terdengar. Kaylila tak henti beristighfar memohon ampun atas dosa-dosanya selama ini. Dia sadar kini, dia telah terlampau jauh dari Kekasihnya itu. Dia cuma mementingkan urusan duniawi yang membuatnya susah dan payah akhir-akhir ini. Air mata hangat Kaylila mengalir membasahi mukena yang ia pakai. Hatinya bergemuruh hebat. Ia tak kuasa menahan rasa sakit di hatinya. Air matanya tak berhenti mengalir. Mulut mungilnya terus beristighfar, memohon ampun pada-Nya.
Tak jauh dari tempat Kaylila duduk ada seorang pemuda yang sedang melantunkan shalawat yang tadi Kaylila dengar. Dia terdiam sesaat saat mendengar isakan Kaylila. Dia menghentikan lantunan shalawatnya dan berjalan menghampiri Kaylila.
“Assalamu’alaikum ukhti? Ada gerangan apa ukhti menangis?” tanya pemuda tadi dengan hati-hati.
Kaylila menghapus air matanya dan tersenyum,”Wa’alaikumsalam. Ceritanya panjang, akhi. Aku nggak tahu harus darimana aku memulai ceritaku,” pemuda  itu terdiam. “Bolehkah aku tahu namamu?”
“Namaku Azhar.”
“Aku Kaylila, panggil aja Kay. Oh ya, kamu bisa ngajarin aku bacaan sholat kan?” pinta Kaylila kepada Azhar.
“Insya allah, aku akan mengajarimu selagi aku mampu,” Azhar tersenyum. Kaylila pun tersenyum.
Sudah tiga hari ini Kaylila tinggal di rumah Azhar. Rumah Azhar terletak tak jauh dari surau kecil tempat mereka bertemu pertama kali. Azhar hanya tinggal bersama ibunya. Ayahnya telah meninggal sebulan yang lalu karena penyakit liver. Kaylila berubah menjadi seorang muslimah yang taat dan sholikhah. Hari itu Kaylila sedang membantu Ibu Nisa, ibunya Azhar memasak makan siang di dapur. Azhar telah berangkat kuliah sejak pagi tadi.
Di sudut lain kedua orang tua Kaylila sangat terpukul dan bersedih atas kaburnya Kaylila dari rumah. Sudah tiga hari ini mereka berusaha untuk mencari Kaylila namun usaha mereka selalu nihil. Tak ada seorangpun yang tahu dimana Kaylila berada. Semua teman dan dosennya pun turut bersedih atas hilangnya Kaylila.
Suatu sore yang cerah. Kaylila dan Azhar sedang duduk-duduk di surau. Kaylila tengah bercerita tentang masa lalunya. Seringkali terlihat Kaylila tertawa karena lelucon yang diceritakan Azhar. Mereka tak sadar jauh di lubuk hati mereka masing-masing telah tumbuh benih-benih cinta. Suatu rasa yang tak dapat didefinisikan dengan kata-kata. Suatu rasa cinta yang hakiki dan suci karena Allah ta’ala.
Hari ini hari Ahad. Kaylila membantu Azhar untuk membersihkan surau. Mereka tampak bekerja dengan giat. Hari beranjak siang saat mereka hampir menyelesaikan pekerjaan mereka. Kaylila kembali ke rumah Azhar untuk mengambil air minun untuknya dan Azhar. Saat Kaylila sedang mengambil air minum datanglah sepasang suami-istri ke surau itu. Mereka terlihat sangat letih. Telah setengah hari itu mereka berkeliling kota untuk mencari anak mereka.
“Assalamu’alaikum. Apa gerangan yang membuat bapak dan ibu sampai ke surau kami ini? Kelihatannya bapak dan ibu bukan orang sini.”
“Wa’alaikumsalam. Kami sedang mencari putri kami yang telah beberapa hari ini menghilang. Barangkali kamu tahu dia,” orang itu menyodorkan sebuah foto seorang gadis ke Azhar.
Azhar mengamati foto itu dan terkejut,” Ini kan Kaylila.”
“Jadi kamu kenal anak saya? Mana dia sekarang? Apa kamu tahu dia dimana? Katakan, Nak, dimana Kaylila.”
Tiba-tiba Kaylila datang membawa sebuah nampan yang berisi air putih dan pisang goreng. Dia kaget saat melihat Azhar tengah berbincang dengan kedua orang tuanya.
“Papa, mama,” cuma dua kata itu yang dapat keluar dari mulut Kaylila.
Mama Kaylila menghambur memeluk Kaylila,”Sayang, maaafin mama sama papa ya? Kita janji kita nggak akan bertengkar lagi. Dan kita juga janji kita nggak akan bercerai.”
“Serius, Ma?” Mama Kaylila mengangguk. Kaylila sangat bahagia mendengar semua itu. Dia yakin mulai detik itu kehidupannya akan kembali normal seperti dulu. Penuh cinta dan kasih sayang. Kaylila memeluk erat mamanya.
“Aku cuma mau bilang makasih karena kamu udah mau ngajarin keluargaku sholat dan ngaji.”
“Sebagai sesama muslim kita wajib saling menolong, Kay.”
“Aku bahagia banget sekarang. Keluargaku telah utuh dan kembali dipenuhi Rahmah-Nya.”
“Bersyukurlah kepada Allah ta’ala, Sang Pencipta dan Pemilik kehidupan ini.”
“Alhamdulillah ya Allah. Terima kasih ya Robb karena Engkau telah menyatukan kembali keluarga hamba, Engkau telah memberikan hidayah-Mu kepada kami, dan yang terpenting Engkau telah mengirimkan seorang hamba-Mu untuk menuntunku menuju cinta-Mu yang hakiki,” Kaylila tersenyum di akhir ucapannya. Azharpun tersenyum bahagia mendengar kata-kata Kaylila itu.
“Kay,” Azhar memanggil Kaylila dengan lembut.
“Ya,” mereka kini bertatap muka. Lalu, Azhar membuang mukanya ke arah lain. Dia dapat merasakan jantungnya yang berdetak sangat kencang. Dan aliran darahnya yang berdesir sangat cepat. Otaknya seketika beku. Lidahnya menjadi kelu. Keringat dingin menetes di dahinya.
“Ada apa, Az?” tanya Kaylila yang melihat Azhar membuang muka dan terbungkam.
Azhar mengumpulkan segenap kekuatannya. Bismillahirrahmanirrahim. “Kay, maukah kamu   menjadi pelengkap tulang rusukku? Maukah kamu mejadi pendampingku untuk memenuhi tugasku sebagai seorang muslim yang sejati?”
Kaylila terdiam. Dia kaget. Dia tak pernah mengira kalau Azhar menyukainya seperti dia yang mengagumi Azhar. “Gimana aku jawab ini ya Allah, ini benar-benar pertanyaan yang sulit. Semoga apa yang akan ku lakukan ini mendapatkan berkah-Mu. Berikan hamba-Mu ini yang terbaik ya Robb. Amin.” Kaylila memantapkan hati dan niatnya.
“Kalau kamu memang serius lamar aku ke kedua orang tuaku.”
Senyum Azhar mengembang. Dia sangat bahagia mendengar jawaban Kaylila. Itu artinya selangkah lagi dia akan mendapatkan pujaan hatinya itu. Pujaan hati yang ia cintai karena Allah. Pujaan hati yang makin mendekatkan dirinya kepada Sang Khalik.
Kaylila berdoa dalam hatinya,” Izinkan aku mencintai-Mu melebihi segala apapun yang ada di dunia ini. Izinkan aku mencintai semua perkara yang menambah kecintaanku pada-Mu. Izinkan aku mencintai hamba-Mu yang mencintai-Mu melebihi kecintaannya kepada isi dunia ini. Amin.” Kaylila tersenyum. Tuhan masih sangat mencintainya.

0 komentar:

Posting Komentar